Category Archives: Football

Nerve-Shredding, You and Football!

Standar

Sebuah skenario dramatis, tertoreh sudah.

Detik-detik terakhir yang mendebarkan. Jutaan penggemar yang berharap keajaiban di setiap pertandingan, aku termasuk salah satunya .

Kami percaya bahwa Bola itu bundar. Bahwa semua bisa berubah dalam hitungan menit, dalam hitungan detik. Damn, and it’s true…

Diberkatilah Manchester City musim ini.

We Won! We Won! We Clearly deserve it.. the best ending of the best season of all time…Most dramatic football moment i’ve ever experienced so far, truly beyond description. And am happy to be part of it.. of my dear God!

Sepakbola, sudah mendarah daging sejak kecil. Dari sejak kecil aku menggilai bola seperti seorang perempuan menggilai boneka.

Aku menonton setiap pertandingan, aku membaca setiap berita, menghafal semua nama, menangis sesegukan dengan kekalahan dan menjerit sekerasnya di setiap gol yang tercipta.

Perayaan kemenangan pertama adalah ketika aku berusia 8 tahun. Melihat Marco V. Basten dan Ruud Gullit memenangkan Belanda untuk Piala Eropa tahun 1988. 2 tahun kemudian, aku menangis sesegukan, 2 kali berturut-turut setelah Italia dikalahkan adu penalti si semifinal dan Argentina yang diseruduk tim panser Jerman di final 1-0.

Tahun 90 itu juga menjadi tolak ukur dan kecintaanku pada sepakbola. Pada umur 10 tahun ini aku yakin, bahwa Bola, sepakbola bisa membuat hidupku menjadi berbeda.

Argentina, Italia dan Manchester City

Argentina, tentu saja karena aku begitu banyak membaca tentang bagaimana Maradona melewati 6 orang untuk membuat satu gol dramatis ketika melawan Inggris di Piala Dunia 1986, dan dengan gol ‘tangan Tuhan’ nya.

Menyaksikan sendiri bagaimana Maradona bermain di Italia tahun 90, namun juga melihat pahitnya kalah di Final. Aku ingat malam dinihari itu, dimana aku harus ngumpet di belakang kursi bila Jerman mulai menyerang.

Dan benar, Andreas Brehme yang namanya kemudian dikenang menjadi penyaring gol tunggal ke gawang Sergio Goyc0chea. Aku menangis hingga esok paginya, sementara Papaku yang fans berat Jerman tertawa-tawa…..

Semenjak itu, aku selalu mengawal baik kekalahan dan kemenangan Argentina.

Italia.

Italia, sesungguhnya saja jelas dimulai dari kekaguman pemainnya yang terlalu ganteng untuk berkeringat. Dari tahun 90-an yaitu Roberto Baggio, Paolo Maldini, hingga Alexandro del Piero. Juventus, sebuah klub di Italia juga yang kemudian membuatku duduk hingga larut malam ketika musim liga tiba. Apalagi kala itu sebuah statiun TV Swasta menayangkannya secara langsung.

Ngefans dengan Italia ini adalah kekaguman yang harus dibayar mahal, karena seperti yang pernah kutuliskan dalam sebuah situs pertemanan.

Ibarat Laki-laki, Italia itu sudah sering mutusin, tapi aku tetap cintaaaaa…..

begitu seringnya aku dikecewakan, namun tetap saja aku merasa bahwa aku bisa mengandalkan Italia, dan suatu saat nanti aku akan merasakan kebahagiaan ketika mereka mengangkat sebuah piala kemenangan.

Mimpi itu terwujud di Piala Dunia 2006. Setelah seingatku terseok-seok di awal kompetisi, akhirnya Fabio Cannavaro, sang kapten kala itu mengangkat Piala disaksikan ribuan penggemar di seluruh dunia.

Aku?

Sujud syukur di sebuah ruangan di kantor tempatku bekerja. Menelepon papaku dan mengolok-olokknya dan tentu saja menangis terharu.

Ini sebuah pembalasan, setelah 4 tahun sebelumnya di 2002, aku menangis dan kalah taruhan mencuci pakaian temanku selama seminggu ketika Italia dikalahkan Korea Selatan di perempat final.

Manchester City

Berawal dari sebuah makan malam terasyik yang pernah kualami. Sebuah Bali bengong, sebuah percakapan yang tahu-tahu masuk ke dalam lingkarang sepakbola.

“I have passion with football, since 10 years old – I was deeply in love with football”

“O ya…?. And how old are you that time? 10?”

“mmmh.. mmm”

“Wow, quite young, what you remember at 10?”

“I remember so clear, when Jerman defeat Argentina in Final, am depressed.. that was my first deppresion about football”

“Hahahaah….. carry on” Mata birunya tak berhenti memandangku.

” Ok.. i have questions for you…who’s make the goal that time? do you remember?. I give you one shot – just one. and 10 second.. 9. 8. 7…”

Aku mencoba mengingatnya sekuat hati. Aih.. siapa laki-laki yang menyarangkan gol dan membuat semua orang Argentina putus asa? Ahhh….

“….Andreas Brehme…?” sejujurnya aku blank, namun sosok laki-laki yang membuatku bergairah kembali dalam hal bola ini mendorongku untuk mengingat banyak hal.

Dia menatapku tajam… “Very Impresive…”

— Pertanyaan demi pertanyaan kemudian terlontarkan, malam itu seperti kuis sepakbola, dan aku bisa menjawab semua nama yang ia ajukan, semua kejadian yang ia lontarkan.

“Do you know Manchester City?”

“Ya… what’s wrong with them? FYI I don’t like the rags, so… ” Tiba-tiba aku nyeletuk tak keruan

“Perfect ! so you have to support the citizen from now on!”

“Why..?”

“Coz am from Manchester, and am with Manchester City!”

Dan makan malam itu berakhir setelah banyak pertanyaan dan nostalgia sepakbola ala kita berdua kehabisan waktu. Dia harus kembali ke hotelnya yang satu setengah jam lamanya dari restoran tempat kita makan untuk kembali pulang ke tempat ia tinggal.

Esoknya, sebuah pesan masuk.

“Sergio Goycochea right? Argentina goal keeper in 90’s ?”

Haahahah… Pria ini sangat aneh, alih-alih mengucapkan selamat tinggal, dia malah mengirimkan jawaban dari pertanyaanku semalam.

Belum selesai aku tersenyum, telepon berbunyi.

“You know what sweetie, like I said lastnight, from now on you have to be with me on Manchester City! are you in?”

“Yes..”

“Ok, talk soon… I have to boarding..”

Itu bulan Oktober, disaat ia harus terbang pulang ke HK. Beberapa hari kemudian, sebuah pesan panjang masuk ketika City terlalu ‘berisik’ dalam pertandingan derby terbesar Abad ini di Old Trafford.

City menang 6-1 , hampir 15 email terkirim malam itu, dan sebuah email panjang masuk 2 hari setelahnya.

Kamu, yang baru pulang dari Singapura untuk sebuah festival bilang bahwa kau melihatnya di sebuah Bar – dashed from the festival, and read my explotion email the night after. Dari situ, hampir semua email yang masuk adalah tentang sepakbola. Kita, sama-sama menemukan hal yang lama hilang.

Kecintaan kita terhadap sepakbola.

Sampai kemaren pagi, setelah hampir 5 hari kau tidak terdengar beritanya, dan sebuah email masuk. And you said hi, from England! I said, somehow, i just knew that you’ll coming back for this.

Dan iya, akhirnya semalam kau menjadi saksi dari ribuan penonton yang hampir mati rasa ketika ketinggalan 1-2 dari QPR , dan dalam 3 menit, 2 gol tercipta. Nerve shredding like you said.

Finally, City beat QPR 3-2. Wow…. race the title after 44 years.

Amazing, absolutely amazing.

City, you clearly deserve it

The best ending of the best season of the best league of all time!

Who wins …? City, You and Me!

— Akhirnya setelah 22 tahun mencintai sepakbola, aku merasa utuh mencintai olahraga ini..

Robert Mancini sang manajer yang berasal dari Italia, mengalungkan bendera Merah, Putih dan Hijau ini di lehernya ketika menerima Piala.

Sergio Kun Aguero yang  juga adalah ‘menantu’ Maradona tentu saja berasal dari Argentina.

Dan Manchester City yang layak menjadi juara musim ini, adalah tempat dimana aku berlabuh setelah sekian lama mencari. Mencari, dimana aku bisa melonjak-lonjak kegirangan, gelisah setengah mati, berdoa setiap malam, berjanji sesuatu bila City menang, dan…. tak henti-hentinya menonton detik detik terakhir dimana Aguero mencetak gol di injury time. Over and over again…

Lalu apa oleh-oleh untukku dari UK?

Sebuah kemenangan tentu saja sudah cukup.

—#