Tag Archives: tanah abang

Membeli keterlambatan.

Standar
by Shinta Oktania Retnani on Monday, May 28, 2012 at 12:44am ·

Di mobil menuju ke bandara, perempuan yang kuanggap sahabat itu mengatakan bahwa aku baru saja membeli sebuah keterlambatan.

Aku mengiyakan, yup.

That’s what am doing now, and i know exactly  the risk.

I know what i’ll be deal with at the airport.

Somehow, I enjoy a bit of that.

 

Bagaimana tidak.

Di Bandara aku justru mendapatkan waktu dimana aku bisa menulis dan menikmati diri sendiri.

Aku merasa bahwa dengan terlambat 30-1 jam, seperti yang baru saja kudengar, aku mendapatkan bonus untuk mendengarkan musik kesenangan, duduk diantara orang asing, dengan hal yang baru, menikmati mereka sekaligus menikmati diri sendiri.

komplit! So that’s it, dengan ticket murah yang kubeli, aku mendapat privilage tambahan dari hal-hal yang kusebutkan tadi.

 

Ini menarik, sangat menarik.

Ruang tunggu yang tadinya kosong ketika aku datang, lambat laun penuh dengan manusia. Dari berbagai gaya dan jenis kelamin.

Beberapa wanita bersepatu tinggi, tas kelap-kelip, make up tebal hingga yang hanya membawa sebuah ransel dan bersendal jepit.

Kita bisa menemui business man yang memakai jas, lengkap dengan sepatu mengkilapnya. Di sudut yang lain, satu keluarga, lengkap dengan nenek dan cucu pertama yang digadang-gadang menjadi penerus keturunan mereka. Hampir semua ada disini, duduk saja di ruang tunggu beberapa menit, di depan pintu dan kemudian kamu bisa lihat beragam manusia Indonesia.

 

Dengan tas cokelat kulit palsu yang mengkilap, louis vitton dari tanah abang, polo shirt dengan logo nya yang segede gaban.

Ada. Ada semua disini.

 

Ini ternyata yang menarik, ini ternyata yang dibawah sadar ingin kulakukan, yang membuatku membeli tiket dari airline yang disebut Jakarta Post  sebagai “rapidly expanding boutique airline ” ketimbang membeli tiket penerbangan nomor satu di Indonesia.

 

 

Anehnya, kami semua penumpang tahu bahwa airline berlambang singa ini akan selalu delay, namun karena harganya yang murah sehingga akses kemana-mana bisa didapat, kami tetap membelinya. berulang-ulang.

 

Apa sebenarnya masalah mereka? Apa sebenarnya yang menjadi kendala bila di setiap penerbangan yang kulakukan, mereka selalu 90% delay. And i knew it already.

Seribu alasan yang mereka berikan pun akan selalu beragam dan berulang. Saya cukup hafal, dan saya tahu pola ini akan selalu tetap dipakai berulang-ulang. Seakan kami para penumpang tidak tahu, dan tidak menyadarinya.

 

Sebuah pesan elektronik baru saja masuk, mengingatkan ..

“Just be careful which carrier you choose! Don’t always go for the cheapest!”

Dan saya tahu itu benar seratus persen. Apa artinya lebih murah beberapa ratus ribu namun Anda akan kehilangan waktu yang berharga dan kehilangan banyak hal bisa saja Anda dapatkan bila anda tidak terlambat.

Toh, seperti yang kukatakan tadi diatas, maskapai ini tetap laris manis dibeli orang, setiap hari bandara penuh dan orang menenteng tas kemana-mana.

Orang seakan menganggap ini sebagai sebuah kewajaran. Menganggap bahwa ini adalah sebuah bagian dari yang akan mereka terima dengan membeli tiket ini. Meski kita juga akan komplain dan bersungut-sungut di ruang tunggu, menggebrak meja dan lain sebagainya.

 

Why we go with the cheapest?

Nah, semua orang juga tahu bahwa semua orang senang dengan membeli sesuatu yang murah. Tidak banyak yang mau membeli sebuah barang mahal.

Padahal, bila Anda pernah menonton adegan film ( Cher dan Nicolas Cage ) The Moonstruck, ada sebuah dialog menarik :

 

” You spent money, coz you save money…”

Anda akan mengeluarkan uang lebih banyak, karena anda akan menabung lebih banyak.

Dulu, ketika uang masih menjadi issue utama dalam hidup saya, Murah tentu saja menjadi pilihan utama.

Sekarang, setelah tahu bahwa dengan mengeluarkan uang sedikit lebih banyak, kita akan mendapatkan barang yang lebih bagus secara kualitas, dan akan menghemat uang dikedepannya.

Bayangkan bila Anda membeli t-shirt 10.000 yang kemudian robek setelah 2 bulan. Sementara dengan membeli seharga 50.000, akan awet setahun.

Bila Anda cukup pintar, tentu saja 50.000 yang dipilih, namun  bila Murah menjadi tagline utama, membeli kaos 10.000 pasti akan sangat membanggakan.

Dalam kasus penerbangan ini, tentu saja keselamatan juga menjadi hal yang tidak bisa dikesampingkan. Yang utama bahkan, dan umpama membeli t-shirt mahal adalah membeli kualitas, membeli tiket mahal adalah patokan keselamatan. Ini kita sedang bicara Indonesia, yang lagi-lagi menurut Jakarta Post adalah

 

” … one of Asia’s most rapidly expanding airline markets, but the country is struggling to provide qualified pilots, mechanics, air traffic controllers and updated airport technology to ensure safer. And with so many new, small carriers, it’s hard to monitor all their standards…”

 

Mari kembali pada masalah membeli keterlambatan. Wajah baru di Indonesia? tentu saja tidak.

Nah, tapi kenapa kemudian ini menjadi seperti komidi putar yang diulang-ulang, namun semua orang masih saja membeli tiketnya dan menikmatinya?

 

Saya ulangi, menikmatinya? termasuk saya.

Well, kalau boleh membela diri, seperti yang saya kemukakan di atas, saya melakukannya dibawah sadar karena saya menikmati situasi ini, dan saya seperti membeli sebuah tema untuk sebuah tulisan. Selalu ada yang bisa saya tulis di sebuah keterlambatan. Sebuah jeda dimana aku bisa bebas melakukan apa saja yang tidak bisa kulakukan di rutinitas hari-hariku.

 

Bayangkan bila saya membeli tiket dari penerbangan yang tepat waktu, maka saya tidak punya waktu untuk menikmati musik di headphone, menulis sebuah artikel sambil duduk selonjor di ruang tunggu ini.

Mahal! tidak banyak orang punya kesempatan untuk melakukannya.

Tidak semua mau membeli sebuah keterlambatan hanya untuk hal semacam ini!

 

Nah, saya bisa cerita apa pada laki-laki pujaanku itu, bila nyatanya, saya masih saja ndablek dan membeli tiket murahan ini.

He’s not gonna believe me that i’m still fly with this airline.

I mean, you know. I suppose to be smart enough to not doin the same like I used to be.

 

Dan benar, sore ini ketika aku akan pulang dari kunjungan kerja di Ibukota, kami mengalami sedikit chaos.

Chaos yang baru saja kutinggalkan di dalam ruang tunggu, dan  masih saja ramai.

Berawal dari seorang Pria yang dari aksennya aku yakin berasal dari Sumatra. Selain aksen tentu saja aku bisa mengenali dari keberaniannya. No offense, namun orang Jawa memang kebanyakan nrimo.

Yo wis, mungkin memang harus delay, harus terlambat, Oalahhhh… terlambat kok setiap penerbangan, terlambat kok sehari bisa di setiap gate. Ini mah kebiasaan buruk.

Dengar saja keluhan Pria ini, yang mengatakan bahwa dia sudah ‘hadir’ di bandara satu jam sebelumnya.

Saya sudah mematuhi semua peraturan yang ada, namun kenapa saya yang selalu dirugikan. Bila nanti pada saatnya saya yang terlambat, mana mau pesawat menunggu saya..

Hayo! Suaranya yang keras sambil mengacung-acungkan tiketnya memang kemudian menjadi pusat perhatian satu ruangan.

Dan Anda! ” Sambil menunjuk seorang staff penerbangan

Anda!”

Anda yang seharusnya memberitahukan semua penumpang bahwa Anda terlambat, sama sekali tidak melakukannya.

Saya tidak tahu kalau terlambat, saya tidak tahu kalau tiba-tiba pindah gate, saya tidak tahu kalau..

Ini penerbangan semu! Logat Sumatra nya sangat kental menggaung.

 

Ini sangat mengasyikkan. Saya yang sedang bermood baik sangat menikmatinya ketimbang ikut bergabung bersama mereka bersungut-sungut. Spontan semua  yang berada di ruangan tersebut akhirnya chaos dan ramai. Kita saling bertanya dan saling menguatkan satu sama lain, bahwa penerbangan ini tidak bisa seenaknya terlambat di setiap penerbangan. Semua kemudian menjadi satu keluarga yang saling mensupport satu sama lain dan mengiyakan semua keluhan yang keluar.

Wanita di sebelah saya tiba-tiba bertanya.

Mbak  ke Denpasar juga?  dapat tiket berapa?

Aku mengangguk dan menyebut angka yang cukup murah.

Sama, saya juga mendapat harga yang kurang lebih sama.

Tahu-tahu mulutku kemudian tak bisa dihentikan dari argumentasi yang sudah kusiapkan sedari tadi.

Saya tahu resikonya, dengan membeli tiket murah ini, bahwa saya akan terlambat beberapa jam dan saya berusaha konsisten dengan menikmati segala keterlambatan ini.

Saya tahu saya akan berada di posisi ini. Terlambat sekian menit, sekian jam terkadang.

 

” Lalu kenapa Anda masih tetap membeli tiket  maskapai penerbangan ini?” Pria yang sedari tadi mendengarkan percakapan kita bertanya.

” Karena saya …. menikmatinya. ”  dengan wajah polos kujawab pertanyaan itu.

 

Sedetik kemudian semua orang yang mendengar jawabanku memandang dengan bengis, seolah saya adalah virus yang harus dibasmi.

 

“Menikmatinya…”

Good answer Shin, like they will agree with you instead of look cynical and hate you for the rest of their life.

Menikmatinya…